Kamis, 27 Januari 2011

Tepat malam ini, Dua tahun yang lalu (episode 2)

Berbeda dengan tahun pertama, memasuki tahun kedua, kisah ini tak seindah sebelumnya. Aku merasa ini sedikit lebih berat. Kita lebih sering bertengkar entah itu hanya karena masalah sepele atau memang masalah yang cukup besar. Komunikasi kita juga tak selancar biasanya. Dulu kita tak bisa dan memang tak ingin melewatkan hari tanpa tahu kabar masing-masing, tapi semakin hari, komunikasi itu semakin tak terjaga. Kau sering membuatku sedih tapi tak lagi suka menenangkanku saat aku gundah seperti yang selalu kau lakukan dulu. Kau sering emosi. Kau lebih suka mendiamkan masalah ketimbang menyelesaikannya dengan kepala dingin seperti yang selalu kita lakukan dulu. Aku sering kali mempertanyakan perasaanmu dan menyalahkanmu atas keadaan yang menurutku tak lagi seperti biasanya karena bagiku kaulah yang telah berubah dan mengubah sekian banyak hal dari kisah ini. Kau telah berubah, sangat berbeda. Dan aku yakin itu bukan hanya perasaanku saja seperti yang sering kali kau katakan padaku, karena aku mengenalimu, sangat mengenalimu.

Feelingku tak meleset jauh. Ada yang salah denganmu, ada yang tak biasa denganmu, kau memang telah berubah. Semua terjawab saat suatu hari kutemukan bukti dan sekaligus alasan perubahan sikapmu.
Kejutan luar biasa darimu….
Kau mengkhianatiku…!
Kau membagi cintamu dengan perempuan lain…!!!
Aku tak bisa dan sampai kapanpun tak akan pernah bisa menerima perlakuan ini apapun alasannya, termasuk saat kau memberiku alasan bahwa kau mendekatinya hanya karena ada maksud tertentu, kau mendekatinya justru karena rasa sayangmu yang lebih padaku, kau hanya ingin meminjam beberapa rupiah darinya untuk kau jadikan modal bisnismu agar keuntungannya kelak bisa kau pakai untuk melamarku.
Tidak…!!!
Demi Allah, aku tak bisa terima itu…!!!
Aku sakit…sangat sakit…teramat sangat sakit…!!!
Aku muak mendengar pengakuanmu, bahwa kau juga memperlakukannya semesra kau memperlakukanku. Cuih…!!!
Aku benci…!!!
Kau meluangkan waktu menemaninya ke suatu tempat, sementara kau hanya membuatkanku alasan agar tak menemaniku melewati hari ulang tahunku.
Kau bahkan rela menemui perempuan itu hanya dengan mengendarai angkot, sementara tidak adanya motor sering kali kau jadikan alasan padaku bila aku mengajakmu ke suatu tempat atau hanya sekedar memintamu menemaniku di rumah.
Kau percaya bahwa perempuan yang baru kau kenal itu bisa membantumu, memberimu solusi atas permasalahanmu, sementara aku kekasihmu, sering kali kau membentakku saat aku bertanya apa kau ada masalah, tak jarang kau menghindar dan menolakku dengan sikap arogansimu saat kucoba berbicara dan berniat untuk membantumu.

Aakhhh….Emosiku tak pernah bisa tertahankan bila harus teringat semua itu…!!!

Hatiku terlampu hancur, aku tak percaya kau membalas ketulusanku dengan sebuah pengkhianatan. Sama seperti saat aku menerima cintamu, aku tak butuh banyak waktu tuk berfikir, aku meninggalkanmu hari itu juga.

Kau masih mencintaiku…mungkinkah itu alasan sebenarnya hingga kau tak bisa menerima kepergianku ? Entah berapa banyak hari yang kita habiskan hanya sekedar untuk berdebat, menangis, menyesal, memohon, dan berspekulasi atas masalah yang begitu menyakitkan ini. Kau memohon agar ku tak meningggalkanmu, tapi perih itu begitu menyayat, mencabik kepercayaan yang kutanamkan padamu. Aku tak bisa bersamamu tapi juga berat meninggalkanmu. Namun sakit itu yang akhirnya memenangkan emosiku. Aku pergi.

Sekuat tenaga kusembuhkan lukaku, dan aku begitu rapuh untuk melakukannya sendiri, hingga seorang teman yang ku tahu ia juga menyayangiku datang padaku, menemaniku, membantuku mengobati lukaku dengan caranya sendiri. Aku tak lagi mengandalkan feelingku seperti yang kulakukan padamu, yang kutahu dia menyayangiku, aku tengah terluka, dan aku butuh tempat untuk bersandar, lalu mengapa tidak kusandarkan saja kepalaku dibahunya meski tak serta merta luka itu sembuh, setidaknya aku bisa menangis disana dan mungkin akan merasa lebih baik.
Dan aku melakukannya….!!!
Aku memilih melangkah disisinya, memulai semuanya dari awal, sangat awal.

Aku masih mencintaimu, bahkan masih sangat mencintai setelah luka yang kau toreh. Karena itu hari-hariku masih berhias rindu padamu. Ternyata perasaan kita masih begitu kuat, dan untuk kesekian kalinya kita bersitegang, semua demi satu alasan. Cinta kita. Alasan itu sungguh membuatku rapuh dan kembali ingin jatuh dipelukanmu, namun aku tak bisa seenaknya mempermainkan perasaan temanku yang kutahu juga tulus padaku. Akh…tak masalah mungkin bila aku mencampakkannya sebelum aku dan dia mencipta lebih banyak kisah indah, tapi hatiku tak tega. Aku tahu rasanya sakit, aku juga tak ingin menyakiti karena tak ingin tersakiti lagi. Karena itu, aku bertahan dengan keputusanku walau harus mengorbankan rasa lain disisi lain hatiku.

Takdir…
Bisakah ini dikatakan takdir bila pada akhirnya saat ini kita kembali bersama sesaat saja setalah aku memilih untuk sejenak bersandar dibahu temanku. Akh…kisah ini menguras banyak emosi dengan segala kejadian-kejadian yang tak terduga.

Kebersamaan itu menjadi milik kita lagi.
Jika sebelumnya sakitku merajai emosiku, saat ini cintakulah yang kini telah dapat berkompromi dengan sakit itu dan berharap agar tak lagi ada luka lain yang mungkin kembali dapat mempertaruhkan janji dan keinginan kita untuk dapat terus saling mencintai dan memiliki selamanya.

Kau kini kudekap lagi. Tapi terkadang aku merasa sedang tak mendekapmu, kau masih belum sepenuhnya berubah seperti kau yang dulu saat pertama kali kau datang padaku. Aku percaya, perasaan ini bukan karena pengalaman buruk cinta kita kemarin, tapi karena kau memang tak sehangat dulu lagi. Kerikil-kerikil kecil masih sering menyandung langkah kita selepas masalah itu dan perubahan sikapmulah yang sebenarnya membuatku sesekali meragu dan bertanya “benarkah kau masih mencintaiku seperti yang dulu?” “masihkah kau ingin berjuang sekuat tenaga untuk bisa mempersuntingku”?

Kau tahu persis alasan mengapa saat ini aku masih berada disisimu.
Aku punya segudang mimpi indah tentang kita, aku juga punya sejuta rencana sempurna untuk hidup kita kelak. Dan kau….? Apa kau juga punya semua itu?


Aku mungkin belum bisa bertemu dengan dirimu yang dulu, tapi aku sangat menghargai usahamu untuk membuatku tetap merasa dimiliki olehmu. Adalah sebuah kesalahan, bila aku terus menuntut padamu sementara aku sendiri kadang tak mampu memberi sebanyak apa yang kuterima darimu. Aku tak sempurna dan sampai kapan tak akan pernah bisa sempurna. Banyak hal yang kulakukan, dan beberapa diantaranya mungkin telah membuatmu terluka dan kecewa. Tapi aku tak pernah berhenti berusaha membuatmu bahagia. Dibalik ketidak sempurnaanku yang begitu jelas terlihat aku selalu berusaha membuatmu memandangku sebagai yang terindah

Aku mungkin terlampau merindukan sosok dirimu yang dulu, tapi aku tak akan memaksa lagi. kau yang dulu tak mesti selalu indah, dan kau yang sekarang tak lantas selalu buruk. Iya kan…?
Jadilah dirimu sendiri dan buat aku mencintaimu dirimu yang sebenarnya, bagaimanapun kau adanya.
Hari ini…
Dua tahun sudah kita saling mengisi satu sama lain. Semoga kebersamaan kita membawa nilai positif untuk diri kita masing-masing dan juga orang lain disekitar kita. Selalu tersemat doa diujung sujudku agar apa yang menjadi mimpi kita didengar dan diijabah Allah. Amin.

Kakak….
Jangan pernah menyesali keberadaanku disisimu, karena akupun tak pernah.
Satu hal yang pasti dariku, aku menyayangimu.
Percayalah….!!!

wrote on 12 Oktober 2010

Tepat malam ini, Dua tahun yang lalu (episode 1)

Tepat malam ini, dua tahun yang lalu…
Kita mengikrarkan hati untuk saling terikat dalam satu rasa yang indah.

Ya..semua berawal pada sebuah pertemuan yang tak disengaja, pada sebuah perkenalan yang tak pernah kuduga sebelumnya. Kisah pertemuan kita mungkin bukanlah sebuah kisah yang luar biasa, karena aku yakin bukan hanya kita, banyak orang yang bertemu seperti kita bertemu, banyak juga yang awalnya saling mengenal seperti kita akhirnya dapat saling mengenal.

Aku dan kau dapat saling menyapa karena diperkenalkan oleh seorang temanku yang ternyata juga temanmu. Dengan bermodal nomor handphoneku yang kau dapat dari temanmu, kau memberanikan diri menyapaku. Seperti biasa, aku tak pernah terlalu hangat pada seseorang yang baru kukenal apalagi waktu itu aku tak tahu seperti apa dan bagaimana dirimu. Satu-satunya hal bisa kukenali hanyalah suaramu. Itulah awal ku mengenalmu.

Meski menurutku, aku tak ramah padamu, tapi sepertinya kau memiliki niat baik untuk tetap melanjutkan perkenalan ini menjadi sebuah pertemanan. Sering kali kau sms, beberapa kali menelponku, kemudian suatu hari kau menawari untuk bertemu dan ku iyakan.
Hingga suatu sore, dihari Ahad, selepas jam kantor, kau menyambangiku di kantor sekaligus mengantarku pulang kerumah. Yah…seperti itulah hingga akhirnya aku dapat bertemu langsung denganmu.

“Kau mengagumiku”. Tak sulit bagiku untuk menyimpulkan hal se ge -er itu. Jelas kutangkap dari caramu berbicara padaku bahkan sebelum kita bertemu sekalipun, dan semakin jelas kulihat setelah pertemuan kita sore itu.
Bagiku, kau bukan pria yang istimewa. Lagi-lagi aku menyimpulkan ini sebelum aku bertemu denganmu dan hanya berdasar pada feelingku bahwa tak salah lagi kau pasti suka padaku. Hehehe.
Aku memang tak begitu geregetan pada pria yang tak bisa menyembunyikan perasaannya pada seorang wanita. Menerutuku, pria seperti itu gampang di tebak dan tidak cool. Aku termasuk type wanita yang suka pria tak banyak tingkah tapi keren, tak banyak bicara tapi pintar, tak suka merayu tapi romatis, tak suka berlebihan tapi penuh perhatian , tak suka gombal tapi banyak kejutan, cuek tapi butuh.

Entah bagaimana aku bisa begitu yakin bahwa kau menaruh hati padaku, dan aku semakin yakin dengan perasaanku saat kau menatapmu. Benar saja, dua hari setelah pertemuan itu, kau menelponku. Niatmu mungkin ingin berbasa-basi dulu supaya bisa mengatakan perasaanmu seromantis yang kau mampu. Tapi, untuk soal merangkai kata-kata romantis, aku mungkin selangkah lebih lihai darimu, karena sejak SMP aku suka dan sering menulis puisi dan cerpen, meski hasilnya juga tak bagus-bagus amat. Dengan entengnya aku memotong ucapanmu dengan tebakan yang kupastikan 99% benar, “kau suka padaku, kan..?” kau terdiam untuk beberapa detik, lalu “iya” jawabanmu membuat senyumku mengembang, feelingku memang benar.

Kau meminta jawabanku secepatnya, kalau bisa malam itu juga meski sudah kukatakan akan kuberi tahu jawabanku minggu depan. Tak perlu kutebak lagi, kali ini aku yakin sepenuhnya kau pasti sangat bahagia karena kukabulkan keinginanmu untuk mendengar jawabanku malam itu juga, dan terlebih lagi karena aku merespon dengan baik perasaan baikmu terhadapku. Ya…aku menerimamu menjadi kekasihku.

Aku teringat dua hari sebelum malam itu. Kau akhirnya mengampiriku setelah sempat berfikir untuk tak bertemu saja karena alasan malu dengan penampilan kumalmu. Dan aku sempat illfeel, bukannya kau yang ingin sekali bertemu dan hanya alasan konyol itu juga yang membuatmu ciut.
“Hugh…kalau merasa kumal, mengapa tak berpenampilan rapi dari rumah, ada-ada saja” (keluhku waktu itu).
“ya sudah aku pulang saja” sms itu kukirim untukmu, aku mungkin kecewa bukan karena tak jadi bertemu denganmu tapi karena menurutku kau hanya menyita setengah waktu dari perjalanan pulangku saja. Tapi beberapa detik kemudian, kau muncul di depanku. Kau melepas helmmu dan bertanya “Rasda ya?” “iya” jawabku singkat. Kau terlihat grogi, tapi itu tak lantas membuang pandanganku darimu. Rambutmu gonrong, kau hanya tinggi beberapa senti dariku, penampilanmu juga tak begitu menarik, tapi lumayan, kau manis juga. Hehehe.
Kau sodorkan helm padaku, hm…taktik yang bagus, dengan mengantarku pulang kau akan tahu rumahku, dan itu artinya kau akan sering bertamu. Motormu melaju tenang di tengah gerimis hujan yang kian lama kian deras. Kita berteduh di sebuah ruko bersama dengan beberapa orang yang juga kehujanan. Dan saat hujan mulai reda, aku mengajakmu untuk melanjutkan perjalanan. Setibanya dirumah, aku tak menyangka kau akan bertamu sebegitu lamanya, betah sekali kau berdiam dirumahku hingga pukul sepuluh malam kau baru pamit pulang. Mungkin kau merasa senang bertemu denganku ditambah lagi karena kita tak perlu waktu lama untuk beradabtasi agar bisa saling mengakrabkan diri karena beberapa minggu sebelumnya kita memang sudah sering bertegur sapa lewat sms dan bersenda gurau via telpon.

Tak disangka, perkenalan dan pertemuan sederhana itu hanya menyisakan sedikit waktu untuk kita berteman, dan selebihnya justru makin mengeratkan hati kita pada satu komitmen indah, 12 Oktober 2008 tepat malam ini, dua tahun yang lalu.

Sejuta kisah mengiri perjalanan kasih ini. Dan sungguh, ini tak sesederhana pertemuan kita, tak juga semudah komitmen kita tercipta. Seribu satu cerita mewarnai hari-hari yang terlewatkan. Awal yang sederhana dan terkesan begitu cepat, namun semua terasa pasti seiring kekagumanmu yang tak pernah hilang dan semakin mantap setegas janjimu menjadikanku wanita terakhir dihati dan hidupmu. Semua semakin terasa sempurna karena ketulusan yang kuberi untukmu memanglah terlahir dari rasa sayangku yang tumbuh kian indah dari hari ke hari. Kau mencintaiku seutuhnya dan aku mencintaimu sepenuhnya. Kita saling mencintai dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kita punya.

Kita begitu bangga dengan perasaan ini, dan bahkan pernah bermimpi kemesraan ini tak akan pernah berubah meski usia kita tak muda lagi. Kita pun pernah bercita-cita bahwa kisah ini, kedekatan ini akan menjadi inspirasi banyak orang terlebih untuk anak cucu kita kelak. Kita ingin menjadi contoh untuk semua bahwa seperti inilah harusnya bila mencintai dan dicintai.

Kasih kita tetap indah dan romantis walau harus terpisah jarak dan waktu karena tuntutan pekerjaanmu saat itu. Tahun pertama berlalu dengan begitu indahnya meski beberapa kali kita berselisih paham, bertengkar untuk hal kecil atau untuk hal yang bersifat prinsip sekalipun. Satu persatu masalah terlewati tanpa mengubah sedikitpun rasa dihati kita.



12 Oktober 2010