Kamis, 27 Januari 2011

Tepat malam ini, Dua tahun yang lalu (episode 1)

Tepat malam ini, dua tahun yang lalu…
Kita mengikrarkan hati untuk saling terikat dalam satu rasa yang indah.

Ya..semua berawal pada sebuah pertemuan yang tak disengaja, pada sebuah perkenalan yang tak pernah kuduga sebelumnya. Kisah pertemuan kita mungkin bukanlah sebuah kisah yang luar biasa, karena aku yakin bukan hanya kita, banyak orang yang bertemu seperti kita bertemu, banyak juga yang awalnya saling mengenal seperti kita akhirnya dapat saling mengenal.

Aku dan kau dapat saling menyapa karena diperkenalkan oleh seorang temanku yang ternyata juga temanmu. Dengan bermodal nomor handphoneku yang kau dapat dari temanmu, kau memberanikan diri menyapaku. Seperti biasa, aku tak pernah terlalu hangat pada seseorang yang baru kukenal apalagi waktu itu aku tak tahu seperti apa dan bagaimana dirimu. Satu-satunya hal bisa kukenali hanyalah suaramu. Itulah awal ku mengenalmu.

Meski menurutku, aku tak ramah padamu, tapi sepertinya kau memiliki niat baik untuk tetap melanjutkan perkenalan ini menjadi sebuah pertemanan. Sering kali kau sms, beberapa kali menelponku, kemudian suatu hari kau menawari untuk bertemu dan ku iyakan.
Hingga suatu sore, dihari Ahad, selepas jam kantor, kau menyambangiku di kantor sekaligus mengantarku pulang kerumah. Yah…seperti itulah hingga akhirnya aku dapat bertemu langsung denganmu.

“Kau mengagumiku”. Tak sulit bagiku untuk menyimpulkan hal se ge -er itu. Jelas kutangkap dari caramu berbicara padaku bahkan sebelum kita bertemu sekalipun, dan semakin jelas kulihat setelah pertemuan kita sore itu.
Bagiku, kau bukan pria yang istimewa. Lagi-lagi aku menyimpulkan ini sebelum aku bertemu denganmu dan hanya berdasar pada feelingku bahwa tak salah lagi kau pasti suka padaku. Hehehe.
Aku memang tak begitu geregetan pada pria yang tak bisa menyembunyikan perasaannya pada seorang wanita. Menerutuku, pria seperti itu gampang di tebak dan tidak cool. Aku termasuk type wanita yang suka pria tak banyak tingkah tapi keren, tak banyak bicara tapi pintar, tak suka merayu tapi romatis, tak suka berlebihan tapi penuh perhatian , tak suka gombal tapi banyak kejutan, cuek tapi butuh.

Entah bagaimana aku bisa begitu yakin bahwa kau menaruh hati padaku, dan aku semakin yakin dengan perasaanku saat kau menatapmu. Benar saja, dua hari setelah pertemuan itu, kau menelponku. Niatmu mungkin ingin berbasa-basi dulu supaya bisa mengatakan perasaanmu seromantis yang kau mampu. Tapi, untuk soal merangkai kata-kata romantis, aku mungkin selangkah lebih lihai darimu, karena sejak SMP aku suka dan sering menulis puisi dan cerpen, meski hasilnya juga tak bagus-bagus amat. Dengan entengnya aku memotong ucapanmu dengan tebakan yang kupastikan 99% benar, “kau suka padaku, kan..?” kau terdiam untuk beberapa detik, lalu “iya” jawabanmu membuat senyumku mengembang, feelingku memang benar.

Kau meminta jawabanku secepatnya, kalau bisa malam itu juga meski sudah kukatakan akan kuberi tahu jawabanku minggu depan. Tak perlu kutebak lagi, kali ini aku yakin sepenuhnya kau pasti sangat bahagia karena kukabulkan keinginanmu untuk mendengar jawabanku malam itu juga, dan terlebih lagi karena aku merespon dengan baik perasaan baikmu terhadapku. Ya…aku menerimamu menjadi kekasihku.

Aku teringat dua hari sebelum malam itu. Kau akhirnya mengampiriku setelah sempat berfikir untuk tak bertemu saja karena alasan malu dengan penampilan kumalmu. Dan aku sempat illfeel, bukannya kau yang ingin sekali bertemu dan hanya alasan konyol itu juga yang membuatmu ciut.
“Hugh…kalau merasa kumal, mengapa tak berpenampilan rapi dari rumah, ada-ada saja” (keluhku waktu itu).
“ya sudah aku pulang saja” sms itu kukirim untukmu, aku mungkin kecewa bukan karena tak jadi bertemu denganmu tapi karena menurutku kau hanya menyita setengah waktu dari perjalanan pulangku saja. Tapi beberapa detik kemudian, kau muncul di depanku. Kau melepas helmmu dan bertanya “Rasda ya?” “iya” jawabku singkat. Kau terlihat grogi, tapi itu tak lantas membuang pandanganku darimu. Rambutmu gonrong, kau hanya tinggi beberapa senti dariku, penampilanmu juga tak begitu menarik, tapi lumayan, kau manis juga. Hehehe.
Kau sodorkan helm padaku, hm…taktik yang bagus, dengan mengantarku pulang kau akan tahu rumahku, dan itu artinya kau akan sering bertamu. Motormu melaju tenang di tengah gerimis hujan yang kian lama kian deras. Kita berteduh di sebuah ruko bersama dengan beberapa orang yang juga kehujanan. Dan saat hujan mulai reda, aku mengajakmu untuk melanjutkan perjalanan. Setibanya dirumah, aku tak menyangka kau akan bertamu sebegitu lamanya, betah sekali kau berdiam dirumahku hingga pukul sepuluh malam kau baru pamit pulang. Mungkin kau merasa senang bertemu denganku ditambah lagi karena kita tak perlu waktu lama untuk beradabtasi agar bisa saling mengakrabkan diri karena beberapa minggu sebelumnya kita memang sudah sering bertegur sapa lewat sms dan bersenda gurau via telpon.

Tak disangka, perkenalan dan pertemuan sederhana itu hanya menyisakan sedikit waktu untuk kita berteman, dan selebihnya justru makin mengeratkan hati kita pada satu komitmen indah, 12 Oktober 2008 tepat malam ini, dua tahun yang lalu.

Sejuta kisah mengiri perjalanan kasih ini. Dan sungguh, ini tak sesederhana pertemuan kita, tak juga semudah komitmen kita tercipta. Seribu satu cerita mewarnai hari-hari yang terlewatkan. Awal yang sederhana dan terkesan begitu cepat, namun semua terasa pasti seiring kekagumanmu yang tak pernah hilang dan semakin mantap setegas janjimu menjadikanku wanita terakhir dihati dan hidupmu. Semua semakin terasa sempurna karena ketulusan yang kuberi untukmu memanglah terlahir dari rasa sayangku yang tumbuh kian indah dari hari ke hari. Kau mencintaiku seutuhnya dan aku mencintaimu sepenuhnya. Kita saling mencintai dengan segala kekurangan dan kelebihan yang kita punya.

Kita begitu bangga dengan perasaan ini, dan bahkan pernah bermimpi kemesraan ini tak akan pernah berubah meski usia kita tak muda lagi. Kita pun pernah bercita-cita bahwa kisah ini, kedekatan ini akan menjadi inspirasi banyak orang terlebih untuk anak cucu kita kelak. Kita ingin menjadi contoh untuk semua bahwa seperti inilah harusnya bila mencintai dan dicintai.

Kasih kita tetap indah dan romantis walau harus terpisah jarak dan waktu karena tuntutan pekerjaanmu saat itu. Tahun pertama berlalu dengan begitu indahnya meski beberapa kali kita berselisih paham, bertengkar untuk hal kecil atau untuk hal yang bersifat prinsip sekalipun. Satu persatu masalah terlewati tanpa mengubah sedikitpun rasa dihati kita.



12 Oktober 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar